Pages

Masjid Tertua di Solo

July 20, 2013
VIVAnews - Solo merupakan salah satu kota
penting dalam jejak pernyebaran Islam di Jawa.
Lantaran di kota inilah berdiri kerajaan
Mataram Islam. Jika melihat sejarah penyebaran
Islam di Solo, maka sosok Ki Ageng Henis
dengan peninggalannya, yakni Masjid Ki Ageng
Henis atau kerap disebut Masjid Laweyan tidak
bisa dilupakan.
Masjid Laweyan berada di wilayah sentra
saudagar batik, Kampung Laweyan, Solo.
Mengupas masjid ini maka tidak akan terlepas
dari akulturasi Islam-Hindu. Pasalnya bangunan
masjid ini dulunya merupakan bangunan pura.
Sayangnya keaslian bangunan pura ini sulit
ditemukan kembali, karena masjid ini sudah
beberapa kali mengalami pemugaran.
Adiyanto, pengurus Masjid Laweyan, bertutur
pendiri masjid ini merupakan cikal bakal
penerus takhta tiga kerajaan di Solo dan
Yogyakarta. Ia pun mengklaim jika masjid ini
merupakan tempat ibadah Muslim yang tertua
di Solo. "Sebelum ada masjid, dulunya berdiri
pura," jelasnya kepada VIVAnews, Sabtu, 20 Juli
2013.
Masjid Laweyan, disebutkan Adiyanto, berdiri
sejak tahun 1546, saat zaman kerajaan Pajang.
Seperti diketahui kerajaan Pajang merupakan
merupakan cikal bakal lahirnya kerajaan
Mataram yang kemudian pecah menjadi Kraton
Kasunanan Surakarta dan Kraton Yogyakarta.
"Ki Ageng Henis ini sebagai penasihat spiritual
Kerajaan Pajang. Beliau merupakan keturunan
Raja Majapahit dari silsilah Raja Brawijaya-
Pangeran Lembu Peteng-Ki Ageng Getas
Pandawa lalu Ki Ageng Selo. Sedangkan
keturunan Ki Ageng Henis saat ini menjadi raja-
raja di di kraton Surakarta dan Yogyakarta,"
papar dia.
Berdasarkan cerita, lanjutnya, jejak sejarah
pendirian masjid ini berawal dari persahabtan Ki
Ageng Henis dengan seorang Pemangku atau
Pandhita Umat Hindu. Lambat laun Pemangku
tersebut mulai tertarik mempelajari agama
Islam yang semua ajarannya berasal dari Al
Quran dan hadits.
Pemangku itu lantas menahbiskan diri memeluk
agama Islam mengikuti jejak Ki Ageng Henis.
Sebab itulah, bangunan pura yang sebelumnya
menjadi tempat ibadah agama Hindu langsung
diserahkan kepada Ki Ageng Genis untuk diubah
menjadi bangunan langgar. Lantas dalam
perkembangannya, langgar itu kemudian
berubah menjadi masjid.
Bentuk arsitek masjid yang mirip seperti
Kelenteng Jawa, juga menjadi ciri khas Masjid
Laweyan yang berbeda dengan bentuk arsitek
masjid pada umumnya. Salah satu arsitektural
menarik dari masjid ini adalah pembagian ruang
masjid terdiri tiga lorong jalur masuk yang
terletak di bagian muka. Tiga lorong ini
menandakan tiga jalan menuju kehidupan bijak,
yakni Islam, Iman dan Ihsan.
"Ada juga kentongan besar yang usianya ratusan
tahun, tapi jarang dibunyikan, karena digantikan
dengan bedug. Sisa bangunan yang usianya tua,
adalah dua belas tiang utama masjid dari kayu
jati," tuturnya.
Jejak sejarah lainnya adalah keberadaan mata
air sumur yang berada di sekitar kompleks
masjid. Konon sumur itu muncul dari injakan
kaki Sunan Kalijaga. Hingga saat ini airnya tidak
pernah kering meskipun pada musim kemarau.
"Oleh sebab itu, banyak pengunjung yang
memanfaatkan air tersebut untuk pengobatan,"
kata Adiyanto.
Lantaran sarat dengan akulturasi budaya, masjid
ini pun sering dijadikan sasaran obyek
penelitian para arkeolog. Baik itu sejarah,
arsitekturalnya hingga keberadaan dari mata air
sumur.
© VIVA.co.id

No comments:

Breaking News - Okezone

Viva News - BOLA

Lintas Berita - Dimana berita berita terbaik melintas

detiknews - detiknews